REPORTASE adalah Kegiatan
jurnalistik dalam bentuk peliputan aktif, observatif, langsung, menggunakan
pancaindra sang wartawan sendiri, ke suatu sumber berita yang NYATA.
1. Dalam
reportase, wartawan mendatangi langsung lokasi sumber berita, bisa berupa
kejadian, narasumber, atau yang terkait dengannya.
2. Dalam kegiatan
reportase, wartawan mengumpulkan fakta dan data seputar peristiwa tersebut.
Minimal, fakta dan data yang dikumpulkan harus memenuhi unsur-unsur berita
5W+1H. Atau sesuai dengan target dari proses reportase yang diinginkan.
....meliput kejadian kecelakaan di lapangan tentu berbeda
dengan liputan meminta konfirmasi seorang pejabat..
...dalam dunia jurnalistik media cetak dikenal kloning
berita (copy paste) berita.
Menurut Luwi
Ishwara (Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar) : faktor INGIN TAHU adalah kunci
utama kegiatan reportase. Ada beberapa teknik yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan keingintahuan ini:
1. Tempatkan diri
Anda sebagai pembaca....
Apa yang membuat berita
itu penting dan menarik? Seandainya Anda terpengaruh oleh berita itu, apa yang
Anda inginkan dan butuhkan untuk mengetahui peristiwanya?
2. Memakai metode
garis waktu, dengan cara menelusuri urutan kejadian itu.
Berawal dari kejadian saat
ini, lihatlah ke masa lalu dan ke masa mendatang. Apa yang terjadi sekarang?
Bagaimana peristiwa itu mulai berkembang? Bagaimana urutannya dan apa tindakan
berikutnya? Pertanyaan yang melibatkan urutan waktu ini akan memberikan jawaban
tentang latar belakang dan kronologis dari berita Anda.
3. Membayangkan
diri sebagai detektif yang sedang menghadapi misteri atau konflik suatu kasus
pembunuhan.
Pertanyaan apa yang akan
Anda ajukan untuk memecahkan masalah atau kejahatan itu? Pertanyaan-pertanyaan
ini akan berpusat pada apa yang terjadi, motif, akibat, dan petunjuk untuk
mengungkapkan kebenaran.
Dalam jurnalistik,
khususnya media cetak, dikenal istilah running news. Yaitu, proses reportase
berita yang merupakan lanjutan dari berita terdahulu. Baik dalam kurun waktu
dekat, ataupun silam.
4. Buat daftar
semua pertanyaan yang timbul dalam pikiran Anda, mengenai gagasan berita Anda.
Kemudian kerahkan daya pikir tentang hal-hal penting yang
ingin Anda liput, dalam bentuk brainstorming and mapping technique.
Reportase Peristiwa
Reportase
merupakan kegiatan observasi langsung
wartawan, untuk mengetahui peristiwa secara lebih tepercaya.
Reportase peristiwa
secara garis besar terbagi dua:
1. Peristiwa yang
diduga terjadi atau direncanakan terjadi.
Misalnya : perayaan,
pertunjukan, rapat.
2. Peristiwa yang
tidak terduga.
Misalnya: bencana
alam, kerusuhan, kecelakaan.
Dari segi
substansi atau jenis peristiwa, Asep Syamsul M. Romli (Jurnalisme Praktis untuk
Pemula), ada dua cara reportase, yaitu beat
system, dan follow up system.
Beat system
Sistem pencarian
bahan berita yang mengacu pada beat (bidang
liputan). Yaitu, meliput peristiwa dengan mendatangi secara teratur instansi
pemerintah atau swasta, atau tempat-tempat yang dimungkinkan memunculkan
peristiwa, informasi, atau hal-hal yang bisa menjadi bahan berita.
Follow up system
Yaitu meliput
bahan berita dengan cara menindaklanjuti (follow
up) berita yang sudah ditulis.
Romli menekankan dalam
melakukan kegiatan reportase, wartawan harus memperhatikan:
1. Kode Etik
Jurnalistik atau Kode Etik Wartawan Indonesia
2. Fairness
Doctrine (Doktrin Kejujuran).
”....mendapatkan berita yang benar lebih penting daripada
menjadi wartawan pertama yang menyiarkan/menulisnya....”
3. Cover both side atau news balance, yakni perlakuan adil dan
tidak berpihak, terhadap semua pihak yang menjadi objek berita. Caranya, dengan
meliput semua atau kedua belah pihak yang terhadap dalam peristiwa.
4. Cek dan ricek,
yakni meneliti kebenaran sebuah fakta/data, beberapa kali sebelum
menuliskannya.
5. Menghormati off the record. Narasumber yang meminta
namanya dirahasiakan, keterangannya tidak untuk dimuat, hanya memberikan
informasi, dijamin dalam Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers. Bahkan,
pelanggaran terhadap off the record bisa berujung delik pengaduan berdasarkan
Undang-Undang Hukum Pidana.
Wawancara
Tujuan: menggali
informasi, komentar, opini, fakta, atau data tentang suatu masalah atau
peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber.
Ermanto (Menjadi
Wartawan Handal dan Profesional) membedakan wawancara jurnalistik dari berbagai
sudut pandang:
1. Wawancara
berdasarkan informasi yang diperoleh
a. Information
interview
Information interview adalah wawancara yang dilaksanakan
oleh wartawan untuk memperoleh keterangan, informasi, data, dan fakta suatu
peristiwa.
b. Feature interview/personality interview
Feature interview/personality interview merupakan
wawancara untuk menggali cerita kehidupan seseorang yang akan dijadikan berita.
c. Opini
interview
Opini interview adalah jenis wawancara yang dilakukan
oleh wartawan untuk mendapatkan pendapat, opini, gagasan, dan ide dari satu
atau lebih sumber berita.
2. Wawancara
berdasarkan sarana yang digunakan
a. Wawancara
melalui telepon
Wawancara melalui telepon merupakan jenis wawancara yang
sering digunakan. Jenis wawancara ini dapat menghemat waktu, dapat berhubungan
dengan cepat dengan narasumber yang sulit meluangkan waktu pertemuan. Secara
lebih khusus, keterbatasan waktu menggunakan telepon dapat membatasi jumlah
topik pertanyaan dan akan mengajukan pertanyaan yang penting dan perlu.
Jenis reportase ini SANGAT RISKAN dan rawan menuai
komplain, fitnah, dan memengaruhi kualitas sebuah berita atau wawancara di mata
narasumber.
b. Wawancara
tatap muka
Wawancara ini memiliki kelebihan, karena memberikan waktu
lebih banyak untuk memperoleh informasi yang dikehendaki serta akan muncul
informasi baru selama wawancara.
c. Wawancara
melalui konferensi pers
Wawancara dalam konferensi pers sangat sering dilakukan
oleh lembaga resmi, baik pemerintah maupun swasta. Wawancara melalui konferensi
pers sangat terbatas.
Ini tentu menyulitkan wartawan untuk mengumpulkan
informasi yang berharga. Keuntungannya, apabila wartawan diberi kesempatan
bertanya, serta mengadakan perjanjian untuk melanjutkan wawancara di waktu dan
tempat yang lain.
d. Wawancara
tertulis
Wawancara tertulis merupakan jenis wawancara dengan
mengajukan pertanyaan tertulis kepada narasumber dan narasumber akan
menjawabnya secara tertulis pula.
Wawancara seperti ini dilakukan karena narasumber tidak
memiliki waktu untuk wawancara tatap muka atau dengan tujuan untuk memberi
waktu berpikir kepada narasumber. Wawancara ini biasanya dilakukan untuk
mengungkapkan persoalan yang rumit, sehingga narasumber harus berhati-hati
mengemukakan pendapatnya.
3. Wawancara
berdasarkan kesiapan pelaksanaan wawancara
a. Wawancara
mendesak
Disebut pula wawancara mendadak. Wawancara jenis ini
dilakukan dalam keadaan yang mendesak, karena tidak direncanakan. Disinilah
diperlukan kejelian wartawan. Melalui wawancara ini, wartawan memperoleh bahan
berita di luar dugaan, yang mungkin belum tentu diperoleh wartawan lain.
b. Wawancara
terencana
Wawancara terencana ini merupakan wawancara yang sudah
direncanakan wartawan. Bentuk perencanaan bisa dilakukan oleh wartawan sendiri
atau secara tim. Walaupun demikian, wawancara ini sedapat mungkin harus ada
kontak terlebih dahulu dengan narasumber, sehingga wawancara yang dilakukan
dapat berjalan sebaik mungkin.
KRITERIA
Narasumber
1. Kredibel,
orang nomer satu, terkenal atau terkemuka, pakar di bidangnya, memiliki
wewenang, berprestasi atau unggul;
2. Tajam dan
analitis;
3. Kaya data dan
informasi mutakhir;
4. Berani bicara
apa adanya;
5. Berpikir
runut;
6. Berwawasan
luas;
7. Bukan jago
kandang;
8. Konsisten;
9. Gampang
dihubungi;
10. Paham dunia
jurnalistik.
Pemilihan
narasumber ini tentu berkaitan dengan bidang kajian yang kuasai narasumber.
Namun ada kalanya kita akan mewawancarai orang-orang yang tidak masuk kriteria
tersebut, namun informasinya penting, dan terpercaya, seperti kesaksian seorang
korban bencana alam. Maka kita juga harus pandai dalam mencari narasumber, dan
mewancarainya.
Tahap persiapan
dan tahap pelaksanaan wawancara.
1. Tahap
Persiapan Wawancara
a. Pewawancara
yang baik tidak berangkat dengan kepala kosong. Dia harus memahami topik
pembicaraan dan permasalahan yang ada seputar topik tersebut.
b. Pewawancara
harus merumuskan pertanyaan. Tentu saja, rumusan pertanyaan yang telah disusun
tidak bersifat kaku, melainkan fleksibel.
c. Pewawancara
menjalin hubungan dengan pihak yang hendak diwawancarai.
2. Tahap
Pelaksanaan Wawancara
Kunci utama
wawancara adalah menyebutkan identitas kewartawanan anda!
Lalu....
a. Pewawancara datang tepat waktu.
b. Pewawancara memperhatikan penampilan....sesuaikan
dengan SITUASI dan KONDISI WAWANCARA. Jangan pakai jas waktu wawancara di event
olahraga di kolam renang. Atau pakai jeans di dalam istana negara.
c. Pewawancara datang dengan persiapan dan
pengetahuan masalah.
d. Pewawancara
sebaiknya mengemukakan alasan kedatangan (maksud dan tujuan) sebagai pengantar
atau basa-basi untuk menjaga suasana psikologis interviewee.
e. Pertanyaan
yang diajukan pewawancara hendaknya dimulai dengan hal-hal umum (secara garis
besar), dan setiap pertanyaan mengarahkan narasumber pada inti persoalan.
f. Pertanyaan
tidak bersifat interogatif atau terkesan memojokkan interviewee sebagai
“terdakwa”, dan hindari sebisa mungkin perkataan yang cenderung “menggurui”.
g. Pewawancara
mendengarkan jawaban dengan baik, dan boleh menyela jika interviewee menyimpang
dari topik wawancara. Sebisanya selaan dilakukan ketika interviewee dalam
keadaan rileks.
h. Siapkan
catatan dan perekam suara. Jangan ragu untuk menuliskan dan mengajukan
pertanyaan baru yang muncul saat mendengarkan pembicaraan interviewee. Sebab,
dalam proses wawancara kadang muncul masalah baru yang bisa dikembangkan.
Dengan kata lain, pewawancara harus siap mengembangkan masalah asalkan masih
berkaitan dengan tema yang dibicarakan.
Selain itu,
pelaksanaan wawancara akan lebih baik jika pewawancara mengenal baik biografi
interviewee, jabatannya, perwatakannya, hobinya, dan lain-lain menyangkut diri
narasumber. Adapun hal-hal lain yang harus dihindari selama wawancara antara
lain jangan menjilat, sok akrab, dan menjual nama orang.
Menurut Luwi
Ishwara ada prinsip praktis yang layak diperhatikan selama wawancara.
1. Terbuka dan
beri perhatian
Reportase, kata A.J. Liebling, umumnya adalah menaruh
perhatian pada setiap orang yang kamu jumpai. Kamu tidak harus menyukai setiap
orang yang kamu wawancarai. Tetapi kamu harus bisa memberi perhatian padanya.
2. Kamu akan
menuai hasil dari apa yang kamu tanam
Ada prinsip penting dalam wawancara, “pertanyaan yang
bodoh menghasilkan jawaban yang bodoh”. Karena itu, berhati-hatilah mengajukan
pertanyaan. Persiapkan dengan seksama pertanyaanmu.
Contoh :
Apa pendapat bapak tentang kasus A.....
Pak, katanya kemarin......
(mencerminkan tidak punya bahan)
Bandingkan dengan
Pak, jam 12.00 wib kemarin bapak terlihat sama perempuan
tidak pake jilbab, bapak mesra-mesraan di tempat umum. Padahal, setahu saya,
istri bapak berjilbab.....
3. Orang akan
bicara lebih bebas jika mereka senang
Kamu bisa membuat wawancara menyenangkan dengan cara
mendengarkan sungguh-sungguh, dengan menghargai orang sebagai teman sesama,
dengan tawa tulus menyambut banyolan mereka, dengan mengajukan pertanyaan yang
didasarkan pada persiapan matang sebelumnya dan dengan mendengarkan apa yang
mereka katakan
.
4. Dalam wawancara
akan dilakukan menambang berton-ton bijih untuk mendapatkan satu gram emas
Kebanyakan orang hanya omong. Mereka menjawab
pertanyaanmu sebisanya. Mereka tidak merasa perlu untuk bicara menurut cerita
yang ingin kamu tulis. Tugasmu untuk membentuk semua itu. Menjadi cerita yang
enak.
5. Wawancara
dianggap berhasil bila yang diwawancarai merasa bebas untuk mengatakan apa yang
sebenarnya dipikirkan dan dirasakan.
Ini berarti kamu harus mendengarkan dengan tulus tanpa
rasa ingin mengadili. Kamu harus bisa memahami pandangan dan perasaan
narasumber, hingga narasumber mampu mengungkapkan jawaban dengan bebas.
Riset Kepustakaan
Septiana Santana (Jurnalisme
Investigasi) menyebut bahwa riset kepustakaan sebagai riset sumber sekunder.
Meskipun dinilai tak sebanding dengan sumber primer, materinya tetap layak
diperhitungkan.
Bentuk riset
sumber-sumber informasi sekunder ialah kamus, ensiklopedia, atlas, almanak,
meliputi sejumlah catatan yang diperlukan dari buku-buku teks atau jurnal, atau
dari majalah dan koran.
Akan tetapi,
kebanyakan riset sumber sekunder dilakukan di perpustakaan, memanfaatkan
pelbagai teks di perpustakaan.
Kini wartawan
dapat memanfaatkan internet untuk melaksanakan riset lebih mendalam. Informasi
data penting dari berbagai pihak bisa diperoleh melalui internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar