Minggu, 16 September 2012

REPORTASE


REPORTASE adalah Kegiatan jurnalistik dalam bentuk peliputan aktif, observatif, langsung, menggunakan pancaindra sang wartawan sendiri, ke suatu sumber berita yang NYATA.

1. Dalam reportase, wartawan mendatangi langsung lokasi sumber berita, bisa berupa kejadian, narasumber, atau yang terkait dengannya.
2. Dalam kegiatan reportase, wartawan mengumpulkan fakta dan data seputar peristiwa tersebut. Minimal, fakta dan data yang dikumpulkan harus memenuhi unsur-unsur berita 5W+1H. Atau sesuai dengan target dari proses reportase yang diinginkan.

....meliput kejadian kecelakaan di lapangan tentu berbeda dengan liputan meminta konfirmasi seorang pejabat..
...dalam dunia jurnalistik media cetak dikenal kloning berita (copy paste) berita.

Menurut Luwi Ishwara (Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar) : faktor INGIN TAHU adalah kunci utama kegiatan reportase. Ada beberapa teknik yang bisa dilakukan untuk mengembangkan keingintahuan ini:

1. Tempatkan diri Anda sebagai pembaca....
Apa yang membuat berita itu penting dan menarik? Seandainya Anda terpengaruh oleh berita itu, apa yang Anda inginkan dan butuhkan untuk mengetahui peristiwanya?

2. Memakai metode garis waktu, dengan cara menelusuri urutan kejadian itu.
Berawal dari kejadian saat ini, lihatlah ke masa lalu dan ke masa mendatang. Apa yang terjadi sekarang? Bagaimana peristiwa itu mulai berkembang? Bagaimana urutannya dan apa tindakan berikutnya? Pertanyaan yang melibatkan urutan waktu ini akan memberikan jawaban tentang latar belakang dan kronologis dari berita Anda.

3. Membayangkan diri sebagai detektif yang sedang menghadapi misteri atau konflik suatu kasus pembunuhan.
Pertanyaan apa yang akan Anda ajukan untuk memecahkan masalah atau kejahatan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini akan berpusat pada apa yang terjadi, motif, akibat, dan petunjuk untuk mengungkapkan kebenaran.
Dalam jurnalistik, khususnya media cetak, dikenal istilah running news. Yaitu, proses reportase berita yang merupakan lanjutan dari berita terdahulu. Baik dalam kurun waktu dekat, ataupun silam.

4. Buat daftar semua pertanyaan yang timbul dalam pikiran Anda, mengenai gagasan berita Anda.
Kemudian kerahkan daya pikir tentang hal-hal penting yang ingin Anda liput, dalam bentuk brainstorming and mapping technique.


Reportase Peristiwa
Reportase merupakan kegiatan observasi langsung  wartawan, untuk mengetahui peristiwa secara lebih tepercaya.

Reportase peristiwa secara garis besar terbagi dua:
1. Peristiwa yang diduga terjadi atau direncanakan terjadi.
Misalnya : perayaan, pertunjukan, rapat.
2. Peristiwa yang tidak terduga.
Misalnya: bencana alam, kerusuhan, kecelakaan.

Dari segi substansi atau jenis peristiwa, Asep Syamsul M. Romli (Jurnalisme Praktis untuk Pemula), ada dua cara reportase, yaitu beat system, dan follow up system.

Beat system
Sistem pencarian bahan berita yang mengacu pada beat (bidang liputan). Yaitu, meliput peristiwa dengan mendatangi secara teratur instansi pemerintah atau swasta, atau tempat-tempat yang dimungkinkan memunculkan peristiwa, informasi, atau hal-hal yang bisa menjadi bahan berita.

Follow up system
Yaitu meliput bahan berita dengan cara menindaklanjuti (follow up) berita yang sudah ditulis.

Romli menekankan dalam melakukan kegiatan reportase, wartawan harus memperhatikan:
1. Kode Etik Jurnalistik atau Kode Etik Wartawan Indonesia

2. Fairness Doctrine (Doktrin Kejujuran).
”....mendapatkan berita yang benar lebih penting daripada menjadi wartawan pertama yang menyiarkan/menulisnya....”

3. Cover both side atau news balance, yakni perlakuan adil dan tidak berpihak, terhadap semua pihak yang menjadi objek berita. Caranya, dengan meliput semua atau kedua belah pihak yang terhadap dalam peristiwa.

4. Cek dan ricek, yakni meneliti kebenaran sebuah fakta/data, beberapa kali sebelum menuliskannya.

5. Menghormati off the record. Narasumber yang meminta namanya dirahasiakan, keterangannya tidak untuk dimuat, hanya memberikan informasi, dijamin dalam Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers. Bahkan, pelanggaran terhadap off the record  bisa berujung delik pengaduan berdasarkan Undang-Undang Hukum Pidana.


Wawancara
Tujuan: menggali informasi, komentar, opini, fakta, atau data tentang suatu masalah atau peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber.

Ermanto (Menjadi Wartawan Handal dan Profesional) membedakan wawancara jurnalistik dari berbagai sudut pandang:

1. Wawancara berdasarkan informasi yang diperoleh
a. Information interview
Information interview adalah wawancara yang dilaksanakan oleh wartawan untuk memperoleh keterangan, informasi, data, dan fakta suatu peristiwa.

b. Feature interview/personality interview
Feature interview/personality interview merupakan wawancara untuk menggali cerita kehidupan seseorang yang akan dijadikan berita.

c. Opini interview
Opini interview adalah jenis wawancara yang dilakukan oleh wartawan untuk mendapatkan pendapat, opini, gagasan, dan ide dari satu atau lebih sumber berita.

2. Wawancara berdasarkan sarana yang digunakan
a. Wawancara melalui telepon
Wawancara melalui telepon merupakan jenis wawancara yang sering digunakan. Jenis wawancara ini dapat menghemat waktu, dapat berhubungan dengan cepat dengan narasumber yang sulit meluangkan waktu pertemuan. Secara lebih khusus, keterbatasan waktu menggunakan telepon dapat membatasi jumlah topik pertanyaan dan akan mengajukan pertanyaan yang penting dan perlu.
Jenis reportase ini SANGAT RISKAN dan rawan menuai komplain, fitnah, dan memengaruhi kualitas sebuah berita atau wawancara di mata narasumber.

b. Wawancara tatap muka
Wawancara ini memiliki kelebihan, karena memberikan waktu lebih banyak untuk memperoleh informasi yang dikehendaki serta akan muncul informasi baru selama wawancara.

c. Wawancara melalui konferensi pers
Wawancara dalam konferensi pers sangat sering dilakukan oleh lembaga resmi, baik pemerintah maupun swasta. Wawancara melalui konferensi pers sangat terbatas.
Ini tentu menyulitkan wartawan untuk mengumpulkan informasi yang berharga. Keuntungannya, apabila wartawan diberi kesempatan bertanya, serta mengadakan perjanjian untuk melanjutkan wawancara di waktu dan tempat yang lain.

d. Wawancara tertulis
Wawancara tertulis merupakan jenis wawancara dengan mengajukan pertanyaan tertulis kepada narasumber dan narasumber akan menjawabnya secara tertulis pula.
Wawancara seperti ini dilakukan karena narasumber tidak memiliki waktu untuk wawancara tatap muka atau dengan tujuan untuk memberi waktu berpikir kepada narasumber. Wawancara ini biasanya dilakukan untuk mengungkapkan persoalan yang rumit, sehingga narasumber harus berhati-hati mengemukakan pendapatnya.


3. Wawancara berdasarkan kesiapan pelaksanaan wawancara

a. Wawancara mendesak
Disebut pula wawancara mendadak. Wawancara jenis ini dilakukan dalam keadaan yang mendesak, karena tidak direncanakan. Disinilah diperlukan kejelian wartawan. Melalui wawancara ini, wartawan memperoleh bahan berita di luar dugaan, yang mungkin belum tentu diperoleh wartawan lain.

b. Wawancara terencana
Wawancara terencana ini merupakan wawancara yang sudah direncanakan wartawan. Bentuk perencanaan bisa dilakukan oleh wartawan sendiri atau secara tim. Walaupun demikian, wawancara ini sedapat mungkin harus ada kontak terlebih dahulu dengan narasumber, sehingga wawancara yang dilakukan dapat berjalan sebaik mungkin.

KRITERIA Narasumber
1. Kredibel, orang nomer satu, terkenal atau terkemuka, pakar di bidangnya, memiliki wewenang, berprestasi atau unggul;
2. Tajam dan analitis;
3. Kaya data dan informasi mutakhir;
4. Berani bicara apa adanya;
5. Berpikir runut;
6. Berwawasan luas;
7. Bukan jago kandang;
8. Konsisten;
9. Gampang dihubungi;
10. Paham dunia jurnalistik.

Pemilihan narasumber ini tentu berkaitan dengan bidang kajian yang kuasai narasumber. Namun ada kalanya kita akan mewawancarai orang-orang yang tidak masuk kriteria tersebut, namun informasinya penting, dan terpercaya, seperti kesaksian seorang korban bencana alam. Maka kita juga harus pandai dalam mencari narasumber, dan mewancarainya.

Tahap persiapan dan tahap pelaksanaan wawancara.

1. Tahap Persiapan Wawancara
a. Pewawancara yang baik tidak berangkat dengan kepala kosong. Dia harus memahami topik pembicaraan dan permasalahan yang ada seputar topik tersebut.
b. Pewawancara harus merumuskan pertanyaan. Tentu saja, rumusan pertanyaan yang telah disusun tidak bersifat kaku, melainkan fleksibel.
c. Pewawancara menjalin hubungan dengan pihak yang hendak diwawancarai.

2. Tahap Pelaksanaan Wawancara
Kunci utama wawancara adalah menyebutkan identitas kewartawanan anda!

Lalu....
a.         Pewawancara datang tepat waktu.
b.         Pewawancara memperhatikan penampilan....sesuaikan dengan SITUASI dan KONDISI WAWANCARA. Jangan pakai jas waktu wawancara di event olahraga di kolam renang. Atau pakai jeans di dalam istana negara.
c.         Pewawancara datang dengan persiapan dan pengetahuan masalah.
d. Pewawancara sebaiknya mengemukakan alasan kedatangan (maksud dan tujuan) sebagai pengantar atau basa-basi untuk menjaga suasana psikologis interviewee.
e. Pertanyaan yang diajukan pewawancara hendaknya dimulai dengan hal-hal umum (secara garis besar), dan setiap pertanyaan mengarahkan narasumber pada inti persoalan.
f. Pertanyaan tidak bersifat interogatif atau terkesan memojokkan interviewee sebagai “terdakwa”, dan hindari sebisa mungkin perkataan yang cenderung “menggurui”.
g. Pewawancara mendengarkan jawaban dengan baik, dan boleh menyela jika interviewee menyimpang dari topik wawancara. Sebisanya selaan dilakukan ketika interviewee dalam keadaan rileks.
h. Siapkan catatan dan perekam suara. Jangan ragu untuk menuliskan dan mengajukan pertanyaan baru yang muncul saat mendengarkan pembicaraan interviewee. Sebab, dalam proses wawancara kadang muncul masalah baru yang bisa dikembangkan. Dengan kata lain, pewawancara harus siap mengembangkan masalah asalkan masih berkaitan dengan tema yang dibicarakan.

Selain itu, pelaksanaan wawancara akan lebih baik jika pewawancara mengenal baik biografi interviewee, jabatannya, perwatakannya, hobinya, dan lain-lain menyangkut diri narasumber. Adapun hal-hal lain yang harus dihindari selama wawancara antara lain jangan menjilat, sok akrab, dan menjual nama orang.


Menurut Luwi Ishwara ada prinsip praktis yang layak diperhatikan selama wawancara.

1. Terbuka dan beri perhatian
Reportase, kata A.J. Liebling, umumnya adalah menaruh perhatian pada setiap orang yang kamu jumpai. Kamu tidak harus menyukai setiap orang yang kamu wawancarai. Tetapi kamu harus bisa memberi perhatian padanya.

2. Kamu akan menuai hasil dari apa yang kamu tanam
Ada prinsip penting dalam wawancara, “pertanyaan yang bodoh menghasilkan jawaban yang bodoh”. Karena itu, berhati-hatilah mengajukan pertanyaan. Persiapkan dengan seksama pertanyaanmu.
Contoh :
Apa pendapat bapak tentang kasus A.....
Pak, katanya kemarin......
(mencerminkan tidak punya bahan)

Bandingkan dengan
Pak, jam 12.00 wib kemarin bapak terlihat sama perempuan tidak pake jilbab, bapak mesra-mesraan di tempat umum. Padahal, setahu saya, istri bapak berjilbab.....

3. Orang akan bicara lebih bebas jika mereka senang
Kamu bisa membuat wawancara menyenangkan dengan cara mendengarkan sungguh-sungguh, dengan menghargai orang sebagai teman sesama, dengan tawa tulus menyambut banyolan mereka, dengan mengajukan pertanyaan yang didasarkan pada persiapan matang sebelumnya dan dengan mendengarkan apa yang mereka katakan
.
4. Dalam wawancara akan dilakukan menambang berton-ton bijih untuk mendapatkan satu gram emas
Kebanyakan orang hanya omong. Mereka menjawab pertanyaanmu sebisanya. Mereka tidak merasa perlu untuk bicara menurut cerita yang ingin kamu tulis. Tugasmu untuk membentuk semua itu. Menjadi cerita yang enak.

5. Wawancara dianggap berhasil bila yang diwawancarai merasa bebas untuk mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan.
Ini berarti kamu harus mendengarkan dengan tulus tanpa rasa ingin mengadili. Kamu harus bisa memahami pandangan dan perasaan narasumber, hingga narasumber mampu mengungkapkan jawaban dengan bebas.

Riset Kepustakaan
Septiana Santana (Jurnalisme Investigasi) menyebut bahwa riset kepustakaan sebagai riset sumber sekunder. Meskipun dinilai tak sebanding dengan sumber primer, materinya tetap layak diperhitungkan.
Bentuk riset sumber-sumber informasi sekunder ialah kamus, ensiklopedia, atlas, almanak, meliputi sejumlah catatan yang diperlukan dari buku-buku teks atau jurnal, atau dari majalah dan koran.
Akan tetapi, kebanyakan riset sumber sekunder dilakukan di perpustakaan, memanfaatkan pelbagai teks di perpustakaan.
Kini wartawan dapat memanfaatkan internet untuk melaksanakan riset lebih mendalam. Informasi data penting dari berbagai pihak bisa diperoleh melalui internet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar